Kamis, 29 Januari 2015

Karna Allah Yang Mempertemukan Kita

Allah mempertemukan kita, bukan tanpa alasan.
Entah untuk belajar, atau untuk mengajarkan.
Entah untuk sesaat, atau justru selamanya.
Entah untuk menjadi bagian terpenting, atau malah hanya sekedar bagian yang pernah ada.
Entah untuk menjadi masa lalu, atau masa depan.
Entah juga untuk dikenang, ataukah dilupakan.
Apa kita pernah tahu jawabannya?
Kecuali kita mencari, apa kita akan menemukan alasannya?
Kita pasti akan terus menyesal atas apa yang telah terjadi.
Entah menyesali keterlanjuran, atau menyesali keterlambatan.
Tersisa satu lagi selain menyesal, yaitu syukur.
Sama saja.
Mensyukuri keterlanjuran, dan mensyukuri keterlambatan.
Kita tak bisa menepis dua hal itu.
Antara menyesali, kenapa semua hal ‘itu’ terjadi pada diri kita,
Atau mensyukuri atas terjadinya hal ‘itu’ pada diri kita.
Antara menyesali keterlambatan, kenapa hal ‘itu’ tak terjadi sejak awal,
Atau, mensyukuri keterlambatan hal ‘itu’ oleh sebab banyak hal yang telah ada sebelumnya.
Akan tetapi, tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut.
Lakukan, dan jalani dengan tulus.
Meski tidak menjadi seperti apa yang kita inginkan,
Tapi tak ada yang sia-sia.
Alasannya mudah saja,
“Karna Allah yang mempertemukan kita”.

Insp :: Dini Islamiyati

Sabtu, 24 Januari 2015

Saat Perempuan Terdiam dan Laki-Laki Merasa Ingin Mati

“Kalo cewek udah ngambek trus diem-dieman ga jelas maunya apa, mending lo pura-pura mati. Gaada jalan laen”
Gitu sih kata orang. Tapi sebenernya, apa iya sih gak ada yang bisa ngebuat hati perempuan luluh lagi? Perempuan marah juga pasti ada sebab. Perempuan itu bukan makhluk abstrak tanpa emosi. Oke Ralat. Memang abstrak, tapi punya emosi. Artinya, pasti ada suatu hal yang membuat dia benar-benar marah. Cemburu misalnya. Atau, kalau dia diam dan gak jawab waktu ditanya alasan marahnya, ya gampang. Berarti alasan marahnya terlalu sensitif buat disebutin, atau artinya, dia mau kamu sadar sendiri. Itupun kalau kamunya sadar ya.
Nah, jadi harus apa kalau perempuan mogok bicara dan ngambek berkepanjangan? Ya gampang juga(Pokoknya gampanglah). Buat dia luluh aja. Caranya? Yaa, laki-laki biasanya lebih paham. Ada banyak hal yang bisa membuat perempuan luluh, dengan pengorbanan laki-laki, misalnya. Atau, kejutan permohonan maaf. Macem-macem, dan nggak seribet yang di FTV-FTV gitu.
Yang jelas, perempuan diam itu karna mau dimengerti. Perempuan ngambek karna ada hal yang dia ingin orang lain(Re:Pasangan) tahu. Perempuan tak memberi alasan karna ia ingin alasan itu ditemukan. Atau kemungkinan terburuknya, dia benar-benar ingin menjauh dan dijauhi sama kamu. Tapi itu kemungkinan sih, berhubung perempuan itu makhluk abstrak, jadi yaa, siapa tahu perempuan bisa dengan mudahnya berubah pikiran setelah kamu membujuk dengan ‘cara’mu sendiri.

Gutlak~

Kamis, 22 Januari 2015

Sebuah Malam dan Sebuah Rindu

Malam lagi. Entah malam yang keberapa, yang jelas malam ini aku merindu lagi. Pada dirinya yang baru saja kutemui. Kata orang, kita bisa merindu orang yang baru sedetik lalu ditemui, ternyata benar. Aku merasakan rindu itu.
Ini kali kesekian aku memimpikan dirinya. Memimpikan ia yang hadir menemani sepiku disini. Kata orang juga, kita hanya akan memimpikan seseorang jika kita merindukannya. Atau minimal, memikirkannya. Aku tak sedang memikirkannya, kurasa. Aku merindukannya.
Aku benci mengakui ini, tapi aku sudah ribuan kali mengatakan kalau aku merindu. Tapi, aku bisa apa? Dia bukan milikku. Akupun bukan miliknya. Hanya harapan yang ada diantara kita.
Aku malu mengakui bahwa aku merindu, tapi apa daya, hati seolah berontak untuk segera menyampaikan getir rindu padanya. Aku merindukan candanya, aku rindu tawanya, aku rindu melihat wajah letihnya yang dihiasi senyuman, aku rindu menemani sepinya, aku rindu menghabiskan waktu berdua saja dengannya. Aku rindu segala yang ada pada dirinya.
Aku juga tak mau mengakui kalau aku tak mau kehilangan dirinya. Aku tak ingin jauh darinya. Rasa ini berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Aku benar-benar dibuat tak berdaya oleh rasa ini. Apa ini yang dikatakan cinta? Lalu, yang kemarin-kemarin itu apa? Bukan cinta-kah?
Aku menginginkan dirinya. Aku hampa, hilang tanpa sisa tanpa dirinya. Bayangkan jika segalanya terjadi padanya. Aku hilang dari hidupnya. Akankah dia merindukan aku? Akankah dia mencari aku? Akankah ia takut jika aku benar-benar pergi?
Katakan padaku, aku bisa apa selain berharap dan berdoa? Aku bisa apa selain berusaha memantaskan diri? Aku bisa apa selain memasrahkan hati pada Yang Maha Menguasai hati?
Satu hal yang ku harapkan saat ini, ku harap tak lagi hatiku tersakiti. Jangan lagi. Cukup. Aku terlalu lemah untuk menjaga hatiku saat ini. Aku terlanjur membiarkan hatiku memandang dia. Aku terlanjur membiarkan hatiku menyimpan rasa padanya. Tolong jaga hatiku, tolong jangan coba-coba menyakiti hati ini. Aku hanya punya satu hati, dan hanya dia yang hatiku percaya saat ini.

Dan jikapun nanti, dia bukan milikku, biarkan hati ini terdiam dengan lukanya sendiri. Jikapun nanti aku bukan miliknya, maka biarkan juga rasa ini hilang terpendam waktu. Meski kutahu, rasa ini takkan hilang semudah itu..

Minggu, 18 Januari 2015

Aku, Jika Tanpamu

Cinta?

Sebaris kata, berjuta makna. Ya, begitu kata orang-orang padaku. Mulanya, bagiku itu hanyalah sebaris kalimat dengan beragam makna abstrak. Tapi setelah aku bertemu denganmu, setelah aku mengenal senyummu, aku merasa bahwa jutaan makna itu adalah kamu. Kamu dan senyummu, kamu dan tawamu, kamu dan candamu, kamu dan kehangatanmu, kamu dan segalanya.


Segalanya?

Baru aku sadar, kamu memang membuatku candu. Kamu membuatku tak ingin menjauh. Kamu membuatku merasa cukup. Kamu membuatku selalu merindu. Kamu membuatku merasa tak berarti jika sendiri. Kamu membuatku merasa hampa tanpa hadirmu. Kamu membuatku lumpuh saat menjauh darimu. Kamu membuatku tak bisa hidup tanpamu. Tanpamu, tanpa cinta.


Bagiku?

Jangan tanyakan padaku, apa arti dirimu bagi aku. Karna bagiku, kamu adalah warna. Bagiku, kamu adalah suara. Bagiku, kamu adalah nada. Bagiku, kamu adalah alunan musik. Bagiku, kamu adalah tawa juga canda. Bagiku, kamu adalah obat. Bagiku, kamu adalah cahaya. Bagiku, kamu adalah hidupku.


Tanpamu?

Jangan pernah bayangkan aku, tanpa dirimu. Kamu tahu kenapa? Karna kamulah hidupku. Bayangkan aku, tanpa hidupku, yaitu kamu. Tanpamu, ramaiku terasa sepi. Tanpamu, pelangiku terlihat samar, berwarna abu-abu. Tanpamu, musik terdengar mengalun tanpa nada. Tanpamu, semua canda terasa hambar tanpa tawa. Tanpamu, matahari seolah enggan bersinar untukku. Tanpamu, hidupku hampa.


Kamu?

Kamu? Oh, jangan tanyakan padanya, tanyakan saja padaku. Aku tahu kamu. Seorang laki-laki dengan senyum manis terulas di bibir. Seorang laki-laki yang penuh dengan mimpi juga harapan. Laki-laki penuh usaha dan perjuangan. Laki-laki yang menyayangi orang tuanya sepenuh hati. Laki-laki muda yang amat menyukai anak-anak. Itu kamu, kan? Kamu yang selalu ada saat aku bahkan belum berteriak memanggil namamu. Bukankah benar semua ciri-ciri yang kusebutkan itu adalah kamu? Kamu yang selalu mampu menyentuh dan menenangkan hatiku saat aku sendiri bahkan tak tahu hatiku tengah kalut berlari kemana. Itu kamu, kan? Laki-laki yang selalu menyanjung hatiku dengan kalimat canda yang selalu berhasil menuai seulas senyum di bibirku. Kamu bilang, kamu menyukai senyumku. Kamu bilang, senyumku mencerminkan semangat. Kamu, kan, yang selalu menyapaku dengan panggilan khas yang hanya kamulah yang memanggilku dengan panggilan seperti itu? Itu kamu, kan? Iya, bukankah itu kamu ; Kamu yang selalu ada di hati dan selalu kucintai itu