Sabtu, 01 November 2014

Catatan Cinta

“Terimakasih telah hadir di hidupku”, ujar Hati dengan wajah bersemu.

Yang diajak bicara hanya diam, bibirnya samar mengukir ulasan memanjang yang manis.

“Maaf ego-ku sering mendahului kamu”, kali ini Perasaan yang angkat bicara.

Yang diajak bicara masih diam seribu bahasa.

“yah, kau tahu? Aku seringkali berusaha menyatukan dan menengahi kalian. Tapi kalian justru yang selalu mengalahkanku”, ucap Akal sambil terkekeh geli.

Kali ini semuanya tertawa.


“kalian ini berlebihan sekali”, gumam sebuah suara.

Semua tawa mendadak terhenti.

“apa maksudmu?”, tanya Iman heran mendengar suara dari lawan bicaranya yang sejak semula terdiam.

“Aku takkan bisa ada, duduk disini bersama-sama, jika bukan karna kalian”, kata suara itu lagi.

“Kami?”

“Ya, kau tahu? Kelembutan Hati yang tergugah oleh senggolan dari Perasaan saat bertemu Dia pertama kali di koridor. Aku hadir karna sejak awal Akal menghembuskan sebaris penilaian positif saat bertemu. Dan aku akhirnya bisa duduk bersama setelah Dia membuktikan ketulusan hatinya dihadapan kalian. Tapi aku tetap tak bisa membaur sepenuhnya dengan kalian, sebab Iman memperingatkanku untuk berhati-hati dan menjaga diri. Aku masih semu, masih bisa hilang eksistensinya dengan begitu mudah. Cukup kalian pengaruhi Akal dan Hati, maka aku akan pergi. Tak ada yang bisa kalian lakukan untuk mengubah pikiran Perasaan. Ia akan tetap sama sampai kapanpun. Yang jelas, nanti mungkin akan ada satu lagi yang hadir dan menggantikan aku kelak”, papar pemilik suara.


“siapa? Bukankah kau adalah segala yang paling berpengaruh disini?”, tukas Akal seolah tak setuju.
“Namanya Luka. Luka adalah rasa sakit tak terperi yang akan dirasakan oleh Hati dan Perasaan. Bahkan mungkin akan berpengaruh padamu, Akal. Tapi dengan nama lain, manusia mengenalnya dengan istilah Trauma”, jawab suara misterius lagi.

Mata Hati menyimak tak berkedip, “Tapi kau tak benar-benar akan pergi kan? Kau ini CINTA. Cinta bagaimanapun amat dibutuhkan oleh aku, Akal, Perasaan dan bahkan oleh Iman. Kau tak bisa begitu saja pergi!”, sahutnya emosi.

“hey hey, sabarlah”, tahan pemilik suara yang bernama Cinta tadi, bibirnya mengurai kekehan kecil, “aku takkan pergi jika bukan karna alasan kuat”.

“alasan seperti apa misalnya?”, tanya Perasaan.

Kali ini Cinta berpikir sejenak, “Kecewa mungkin?”, gumamnya, “atau mungkin Cemburu? Hm, entahlah aku tak yakin”.

“aku mengerti, Cinta”, sambung Iman, “Cinta memang hadir menemani kita disini. Menghangatkan dan menyatukan kita semua, termasuk kau, Jasad”, Iman menuding ke arah Jasad yang sejak awal terdiam di sudut ruangan.


Jasad hanya angkat bahu tak bicara seolah setuju.

“Cinta hanya akan hilang oleh hal yang bisa merusak citanya. Cinta akan hilang jika kita tak menjaga apa yang ia percayakan pada kita”, Iman melanjutkan ucapannya, “aku percaya padamu, Cinta. Kita akan berjalan bersama. Aku, dan kau”


Suasana lalu mendadak hening.

“dan aku”, kata Hati.

“aku”, kali ini suara Perasaan.

“yah, aku juga”, sambung Akal, “setidaknya akan ku coba hehe”.

“Aku juga kalau begitu”, kata Jasad sambil mengibaskan tangannya yang seolah berdebu.


Cinta tersenyum memandang mata sahabat-sahabat terbaiknya, gumaman hati yang membisikkan sebaris doa agar kehadirannya kekal bersemayam sampai akhir..




#CatatanCinta 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar